![]() |
humas polri |
JAKARTA, kiprahkita.com - Nur Fatia Azzahra, seorang penyandang tunadaksa dari Bangka Belitung, membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk mencapai impian besar.
Siswi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan) Lemdiklat Polri ini tidak hanya memiliki semangat juang yang luar biasa, tetapi juga memiliki latar belakang akademik yang mengesankan.
Dengan gelar sarjana psikologi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fatia menyelesaikan kuliahnya dengan predikat cumlaude, meraih IPK 3,56 dalam waktu 3 tahun 8 bulan.
Sejak di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Fatia telah menunjukkan prestasi akademik yang gemilang. Saat kelas 1, ia berhasil meraih peringkat 2, dan ketika menginjak kelas 2 dan 3, ia terus mempertahankan prestasinya dengan menduduki peringkat pertama.
Motivasi Fatia untuk berprestasi bukan semata-mata untuk dirinya sendiri, melainkan untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap kaum disabilitas. "Saya ingin membuktikan bahwa kekurangan itu tidak menghalangi. Yang berkebutuhan khusus juga bisa," tegas Fatia, sebagaimana dirilis Humas Polri, diakses Ahad (22/9).
Di usia 22 tahun, ia dengan lantang menyuarakan bahwa semua orang memiliki kemampuan yang setara, asalkan ada kemauan untuk maju.
Fatia juga bertekad untuk menginspirasi penyandang disabilitas lainnya agar tidak menyerah pada keadaan.
Menurutnya, setiap orang, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus, memiliki peluang yang sama untuk berkembang dan mandiri.
“Saya ingin mengubah mindset teman-teman disabilitas bahwa kita tidak berbeda. Yang ada hanya ‘mau atau tidak’ untuk hidup maju,” ujarnya penuh semangat.
Rencananya untuk melanjutkan studi ke jenjang pascasarjana tiba-tiba berubah ketika ia mengetahui adanya rekrutmen Polri jalur disabilitas. Mimpinya sejak kecil untuk menjadi polisi yang sempat terkubur karena keterbatasan fisiknya, kini menjadi harapan baru berkat kebijakan inklusif Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Sejak kecil saya ingin menjadi polisi, tetapi saya sadar diri dengan kondisi saya. Suatu hari, saya melihat pengumuman penerimaan Polri jalur disabilitas di Instagram, lalu saya baca aturan-aturannya,” cerita Fatia. Dukungan dari kedua orang tuanya semakin memantapkan langkahnya untuk mengikuti seleksi.
“Ayah dan ibu sangat mendukung. Ayah bahkan bolak-balik mengantar saya selama masa pendaftaran dan tes,” tambahnya.
Rekrutmen penyandang disabilitas oleh Polri merupakan bagian dari kebijakan inklusif Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang percaya bahwa kaum difabel memiliki potensi untuk menjalankan tugas-tugas kepolisian.
Pada tahun 2024, Polri merekrut 16 penyandang disabilitas untuk menjadi Bintara, yang terdiri dari 3 perempuan dan 13 laki-laki.
Kebijakan ini memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk menjadi anggota Polri secara organik, bukan hanya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Irjen Dedi, Asisten Kapolri bidang SDM, menuturkan bahwa keputusan Jenderal Sigit ini didasarkan pada keyakinan bahwa difabel mampu bekerja di Polri setelah melihat hasil rekrutmen ASN disabilitas pada tahun 2023.
“Kapolri semakin yakin dan meminta agar difabel juga menjadi anggota Polri,” kata Dedi menirukan perintah Jenderal Sigit.
Nur Fatia Azzahra kini telah membuka jalan baru bagi penyandang disabilitas di Indonesia, memberikan inspirasi dan harapan bagi mereka yang memiliki mimpi besar, meski dengan kondisi yang berbeda.***
0 Komentar