![]() |
ilustrasi dari pixabay.com |
JAKARTA, kiprahkita.com - Mata malas, atau yang dikenal secara medis sebagai ambliopia, merupakan salah satu penyebab utama hilangnya penglihatan pada anak-anak.
Jika tidak segera ditangani, kondisi ini bisa berdampak buruk hingga berujung pada kebutaan di usia dewasa.
Dr. Feti Karfiati Memed, seorang Dokter Spesialis Mata dari RS Mata Cicendo, menekankan pentingnya penanganan ambliopia sejak dini.
“Hanya anak-anak yang bisa mengalami ambliopia. Jika tidak diobati pada masa anak-anak, kondisi ini dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen,” ujarnya.
Menurut Feti, ambliopia terjadi ketika otak tidak menerima rangsangan visual yang cukup dari mata.
Kondisi ini umumnya disebabkan oleh kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, strabismus atau mata juling, serta kelainan mata seperti katarak.
Ambliopia yang tidak tertangani dengan baik pada masa kanak-kanak menjadi penyebab utama hilangnya penglihatan pada orang dewasa berusia 20 hingga 70 tahun.
Sayangnya, pemeriksaan penglihatan pada usia sekolah seringkali dianggap terlambat, karena pengobatan ambliopia akan semakin sulit dilakukan, setelah anak mencapai usia 5 tahun.
Jika terapi baru dimulai setelah anak berusia 8 hingga 10 tahun, risiko kehilangan penglihatan permanen menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, deteksi dini sangat diperlukan.
Feti menjelaskan, anak-anak yang memiliki riwayat keluarga dengan kondisi seperti strabismus, mata malas, atau yang sudah menggunakan kacamata sejak dini, sangat berisiko mengalami ambliopia.
Selain itu, faktor medis seperti kelahiran prematur, perkembangan lambat, atau diabetes juga dapat meningkatkan risiko ini. Beberapa gejala yang patut diwaspadai meliputi mata juling, penglihatan kabur, mata berair, dan ptosis.
SKRINING DINI
Skrining mata pada bayi baru lahir, dianjurkan pada usia 35 bulan atau antara usia 0 hingga 2 tahun, untuk memeriksa adanya gangguan mata. “Pemeriksaan ini termasuk cek pergerakan mata, seperti nistagmus (mata terus bergerak), posisi bola mata, apakah ada juling, serta pemeriksaan refleks kornea dan cover test,” ungkap Feti.
Skrining berikutnya dilakukan pada anak usia 3 hingga 4 tahun untuk mengukur ketajaman penglihatan.
Pada usia ini, anak diharapkan sudah mampu mengenali sebagian besar optotipe pada baris 20/50 di masing-masing mata.
Ketika anak mencapai usia 5 tahun, ia harus mampu mengenali optotipe pada baris 20/30. Skrining ulang juga dianjurkan setiap tahun untuk memantau perkembangan.
Siti Nadia Tarmizi, direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, menambahkan bahwa sebagian biaya perawatan ambliopia dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Nadia juga menekankan pentingnya peran guru di sekolah dalam memantau kesehatan mata anak-anak.
“Jika ada anak yang duduk di tempat tertentu tetapi kesulitan membaca, hal ini harus segera dilaporkan,” pesannya.
Pada Hari Kesehatan Mata, semua pihak diingatkan untuk lebih waspada terhadap kesehatan mata, terutama pada anak-anak.
Deteksi dini menjadi kunci untuk mencegah masalah mata lebih lanjut, dan menjaga kualitas penglihatan anak hingga dewasa.(infopublik)
0 Komentar