- Oleh Talkisman Tanjung
- Tinggal di Mandailing Natal, Sumut
OPINI, kiprahkita.com - Tanggal 27 Nopember 2024 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu diselenggarakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di seluruh pelosok tanah air.
Alhamdulillah, kegiatan terselenggara dengan lancar serta sukses, meskipun di beberapa daerah ada kendala, baik teknis maupun kondisi cuaca dan alam yang tidak kondusif.
Sebagai sebuah perhelatan demokrasi yang didasarkan kepada Undang-Undang Dasar dan Pancasila, penyelenggaraan pilkada langsung ini tidak bisa dipungkiri, adalah salah satu tuntutan reformasi yang sudah menggelinding sejak tahun 1998, seiring dengan berakhirnya era Orde Baru dan berganti dengan era Reformasi.
Apabila dilakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pilkada langsung ini tentu punya kelebihan dan kelemahan, tidak ada produk perundangan yang dibuat oleh manusia yang sempurna, karena kesempurnaan itu adalah milik Yang Maha Kuasa.
Namun, sebagai sebuah bangsa besar, langkah evaluasi itu wajib dilakukan, dengan tujuan untuk meminimalisir berbagai kelemahan yang muncul, sehingga pada masa yang akan datang bisa lebih baik dan jauh lebih berkualitas.
Terdapat beberapa keunggulan penyelenggaraan pilkada langsung ini, diantaranya :
1. Masyarakat Indonesia, khususnya yang telah masuk dalam kategori wajib pilih dapat menyalurkan secara langsung yaitu memilih calon kepala daerahnya(Bupati/wakil Bupati, Wali kota/Wakil Wali kota, Gubernur/wakil Gubernur) yang sesuai dengan aspirasinya masing-masing.
2. Masyarakat Indonesia yang telah wajib pilih dapat melihat dan berdialog langsung, bahkan bercengkrama dengan para calon Kepala Daerah, karena para calon turun langsung ke tengah-tengah masyarakat tanpa menggunakan birokrasi dan protokoler seorang pejabat.
3. Para calon Kepala Daerah dapat menyerap langsung berbagai aspirasi masyarakat yang dikunjunginya, bahkan menyaksikan secara langsung bagaimana kondisi ril masyarakat yang akan dipimpinnya, sehingga akan lebih mudah nantinya melakukan sinkronisasi dengan program yang disuarakan oleh para wakil rakyat, yaitu para anggota DPRD dari dapil masing-masing.
4. Pilkada langsung menghindari terjadinya memilih pemimpin, seperti memilih kucing dalam karung.
Dengan sistem memilih kucing dalam karung ini besar kemungkinan rakyat tidak kenal dengan pemimpinnya, demikian juga sebaliknya pemimpin tidak mengenal rakyat yang dipimpinnya.
Jarak antara pemimpin dengan rakyatnya akan begitu jauh, akhirnya seringkali rakyatpun tidak tersentuh dengan berbagai program pembangunan terutama pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Banyak lagi kelebihan dan keunggulan pilkada langsung ini.
Namun, disamping kelebihan dn keunggulan, tentu juga terdapat juga beberapa kelemahan, diantaranya :
1. Penyelenggaraan pilkada langsung ini akan menelan biaya yang cukup besar. Apabila biaya penyelenggaraan pilkada ini dialihkan untuk merealisasikan program-program pembangunan untuk masyarakat, tentu banyak program yang terbiayai dan dituntaskan.
2. Dengan sistem pemilihan yang didasarkan kepada Undang-Undang Pemilu dan Pilkada yang berlaku saat ini, menutup selektivitas berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi, termasuk rekam jejak calon kepala daerah yang akan maju dan berkompetisi, karena seorang kepala daerah bisa dicalonkan apabila memenuhi dukungan dari sekian kursi DPRD (tresshold), sehingga untuk satu calon saja harus didukung okeh beberapa partai politik, meskipun ada peluang melalui calon independen, namun sangat kecil kemungkinannya bisa diwujudkan.
Nah, gabungan partai politik ini menyebabkan kurang sekektivitas dalam menjaring calon, dan seringkali penjaringan tersebut tidak berdasar kualifikasi akademik, kompetensi kepemimpinan sang calon, standar moral juga sering tidak menjadi pertimbangan, yang penting adalah sang calon punya modal besar untuk maju.
Apakah itu modal yang harus dikeluarkan untuk keperluan partai-partai pengusung, demikian juga modal untuk operasional pencalonan dan deretan kebutuhan kampanye sampai pemilihan.
Informasi yang beredar, dan itu sudah menjadi rahasia umum bahwa seorang calon harus menyiapkan dana segar mulai dari ratusan juta sampai beberapa milyar rupiah, tergantung daerahnya, yang antara satu daerah dengan daerah lain tidak sama nominalnya.
3. Rentetan dari selektivitas calon yang tidak berdasar kualifikasi akademik, kompetensi kepemimpinan, rekam jejak yang memadai, dan lain-lain menyebabkan banyak kepala daerah yang terpilih tidak qualified, dia menang hanya karena uangnya banyak, bahkan ada lagi faktor campur tangan pejabat yang berkuasa, termasuk aparat keamanan yang semestinya netral, tetapi justru menjadi timses aktif dan seterusnya.
4. Terbukanya secara luas praktek money politic, dan berdasarkan beberapa analisa pengamat justru praktek money politik inilah yang telah merusak tatanan demokrasi yang ada.
Sebagai implikasi langsung yang dihadapi, dan ini tidak terbantahkan bahwa rendahnya kehadiran pemilih ke TPS-TPS, dikarenakan praktek money politik yang barangkali timses tidak dapat menjangkau semua masyarakat.
Jadi sebagai asumsi sementara, masyarakat yang hadir ke TPS untuk menyalurkan aspirasinya itu adalah masyarakat yang sudah menerima bayaran langsung dari calon melalui timsesnya masing-masing.
Meskipun demikian, saya tidak yakin sepenuhnya dengan kesimpulan tersebut, sebab masih banyak juga warga masyarakat yang sudah sadar dengan kewajibannya bernegara yaitu menyalurkan aspirasi politiknya dalam pilkada langsung.
Ada kemungkinan, sebagian pemilih hadir di TPS setelah menerima uang pengganti liburnya bekerja, tidak lagi uang serangan fajar seperti yang pernah bikin eboh.
Terlepas adanya kelebihan atau keunggulan dan kelemahan pilkada langsung ini, yang jelas Indonesia sudah menunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah sebuah negara besar yang telah mampu melaksanakan demokrasi dengan baik.***
0 Komentar