Batusangkar: Kota Kecil Nan Arif dalam Menghidupkan Semangat Pariwisata Nagari

Batusangkar: Kota Kecil Nan Arif untuk Menghidupkan Slow Living

TANAH DATAR, kiprahkita.com Bosan di rumah, kamu tak perlu berpikir jauh untuk mencari tempat menyegarkan diri. Tuju saja Batusangkar, kota kecil yang nyaman untuk dijangkau dari Padang Panjang. Letaknya pun strategis. Berada di tengah-tengah jantung Provinsi Sumatera Barat. Ia dikelilingi oleh kota dan kabupaten lain seperti Agam, Solok, dan Payakumbuh.

Nasi Lamak

Batusangkar, akrab disapa Sangka, adalah ibu kota Kabupaten Tanah Datar. Kota ini menawarkan harmoni antara alam yang memesona, budaya yang mendalam, serta suasana keakraban sosial yang hangat—semuanya mendukung gaya hidup slow livingmu, sebuah konsep hidup yang merayakan kesadaran, ketenangan, dan kesederhanaan usai melakukan beragam aktivitas.

Saya teringat kelakar seorang pustakawan kampus dulu, almarhum Pak Intan, yang dengan canda khasnya sering menggoda kami, para mahasiswa perantau:

"Dima kampuang?"  

 "Pasaman, Pak!"  

"Ooo… pas pitih aman yo!"   (tawa pecah)

"Kalau kau, Las?"  

 "Tanah Datar, Pak."  

"Panduto… Mano ado Tanah Datar tanahnyo datar? Bukik sabalik!"

Candaan itu menyimpan realitas geografis Tanah Datar: daerah ini memang dipenuhi perbukitan, bagian dari barisan pegunungan Marapi, Singgalang, dan Bukit Barisan. Namun kini, dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang tertata, wilayah datar makin luas di sini. Jalanan boleh berkelok, tapi kehidupan di sini berjalan dalam ritme yang bersahabat.

Danau Singkaraknya hingga hamparan sawah yang mengalun di kaki perbukitan dan alam Tanah Datar menyuguhkan lanskap hijau yang memanjakan mata dan menenangkan batin. Perjalanan dari Padang Panjang via Ombilin menyuguhkan panorama tepi danau yang sejuk, cocok dinikmati perlahan sambil menyeruput kopi kampung di bantaran rel kereta api lama.

Tanah Datar dikenal sebagai pusat kebudayaan Minangkabau. Di sinilah berdiri megah Istano Basa Pagaruyung, simbol kejayaan adat Minang. Kunjungan ke istano tidak hanya memuaskan hasrat rekreasi, tapi juga memperkaya wawasan budaya. Pengunjung bisa melihat prosesi adat, pakaian tradisional, hingga arsitektur rumah gadang yang mencerminkan filosofi hidup masyarakatnya.

Di pasar-pasar tradisional atau warung-warung kopi pinggir jalan, senyum warga Batusangkar adalah sapaan ramah yang selalu terasa hangat. Tidak terburu-buru, mereka menjalani hari dengan ritme yang manusiawi. Percakapan mengalir, hubungan sosial tumbuh dalam ruang yang intim—sebuah suasana yang ideal untuk memperlambat langkah hidup dalam berkomunikasi.

Rendang baluik, lamang tapai, nasi lamak, teh talua, pangek sasau, hingga goreng baluik (belut goreng) adalah sajian khas yang dibuat dengan teknik tradisional dan penuh cinta. Di rumah makan dekat Istano, belut yang ditangkap dari sawah disajikan tanpa amis, gurih, dan renyah—cocok untuk pelengkap sore yang bersahaja.

Tanpa bising kota besar, Batusangkar menawarkan pagi yang hening dan malam yang penuh bintang. Waktu seperti melambat di sini, memberi ruang untuk merenung, menulis, atau sekadar memandangi langit dengan tenang.

Tambahan 5 Spot Wisata Slow Living dalam Sehari Kunjungan

Istano Basa Pagaruyung– Lebih dari sekadar destinasi sejarah, tempat ini adalah ruang kontemplatif untuk memahami jati diri Minangkabau dan nilai-nilai luhur yang masih dijunjung tinggi.

Nagari Tuo Pariangan– Dinobatkan sebagai salah satu desa terindah di dunia, nagari ini menghadirkan rumah gadang tua, sawah berjenjang, dan warga yang ramah. Pemandangan sepanjang jalan mengingatkan kita pada deskripsi Buya Hamka dalam Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

Puncak Pato – Bagi yang ingin mendaki ringan sambil menikmati udara pegunungan, Puncak Pato adalah tempat sempurna. Di sini kita bisa menyeruput teh kawa, menikmati gula aren asli, atau sekadar duduk tenang dalam kesunyian hutan.

Danau Singkarak– Bagian danau yang masuk wilayah Tanah Datar menyuguhkan ruang ideal untuk bersantai. Memancing, menikmati ikan bilih, atau membeli buah segar di tepi jalan menjadi aktivitas menyenangkan yang sederhana.

Sentra Songket Pandai Sikek dan Silungkang– Melihat langsung proses pembuatan songket tradisional mengajarkan tentang kesabaran, detail, dan kecintaan pada karya tangan. Seni yang lahir dari ketekunan ini sejalan dengan filosofi hidup yang perlahan namun bermakna.

Adat yang Berakar, Hidup yang Terarah

Adat istiadat di Tanah Datar bukan sekadar hiasan budaya. Ia adalah fondasi hidup masyarakat. Dengan prinsip adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, kehidupan diatur tidak hanya dengan norma sosial, tapi juga nilai spiritual. Musyawarah, mufakat, penghormatan kepada orang tua, serta tata pergaulan yang penuh tata krama masih dijunjung tinggi.

Prosesi adat seperti batagak penghulu atau manyabik kain adat dijalankan dengan penuh kekhidmatan. Dalam masyarakat yang masih mengenal batas, menghormati waktu, dan hidup berdampingan secara harmonis, kita menemukan bentuk kehidupan yang selaras dengan nilai-nilai slow living yang sebenarnya: hidup penuh makna, bukan sekadar sibuk.

Sawah Bajanjang

Nah, luangkan waktu berkunjung di nagari elok penuh kenangan ini! (Yus/*)

Posting Komentar

0 Komentar