Sholat Tapi Pikiran Melayang: Begini Jawaban Rasulullah yang Menggetarkan Hati
SHALAT, kiprahkita.com –Uraian ini sedang populer saat ini. Shalat tapi pikiran melayang. Bahkan ada juga dalam bentuk video. Diawali dengan suasana majelis Rasulullah yang terasa begitu tenang. Para sahabat duduk melingkar, menyimak setiap perkataan beliau dengan penuh perhatian saat itu.
Namun, di antara mereka, seorang sahabat tampak gelisah. Konon jemarinya saling menggenggam, matanya menunduk, dan napasnya terasa berat. Setelah beberapa saat ragu, ia akhirnya mengangkat wajah dan berkata dengan suara lirih,
“Wahai Rasulullah, aku ingin bertanya, tetapi aku khawatir pertanyaanku ini akan membuatku semakin malu di hadapan Allah.”
Rasulullah tersenyum lembut, menatapnya penuh kasih sayang. “Katakanlah, wahai saudaraku. Tidak ada pertanyaan yang membuat seseorang hina jika ia bertanya untuk mencari kebaikan.”
Sahabat itu menarik napas dalam, matanya mulai berkaca-kaca.
“Wahai Rasulullah, aku merasa shalatku sering tidak khusyuk. Kadang aku mengingat urusan dunia, kadang pikiranku melayang entah ke mana. Aku takut shalatku tidak diterima oleh Allah. Apakah dengan shalat seperti itu, aku tetap mendapatkan pahala?”
Suasana majelis seketika menjadi hening. Para sahabat lainnya ikut menunduk, merasakan kegelisahan yang sama. Mereka tahu betapa beratnya pertanyaan itu. Namun, yang terjadi setelahnya benar-benar di luar dugaan. Rasulullah tidak langsung menjawab. Beliau menatap sahabat itu dengan penuh kelembutan, lalu tiba-tiba air mata mulai membasahi pipi beliau.
Para sahabat terkejut. Mereka jarang melihat Rasulullah menangis dalam situasi seperti ini. Dengan suara bergetar, beliau berkata,“Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh setan tidak akan pernah berhenti berusaha mencuri bagian dari sholat seorang hamba hingga ia teralihkan. Tetapi ketahuilah, Allah tetap melihat usahamu.”
Rasulullah menarik napas dalam, lalu melanjutkan,“Wahai saudaraku, jika engkau meninggalkan shalat hanya karena takut tidak khusyuk, maka setan akan menang. Tetapi jika engkau tetap berusaha shalat meski pikiranmu teralihkan, ketahuilah bahwa setiap kali engkau berusaha kembali kepada Allah dalam shalatmu, saat itulah Allah menyambutmu.”
Mendengar itu, sahabat tersebut tak mampu menahan tangis. Begitu pula para sahabat lainnya. Kemudian Rasulullah melanjutkan dengan penuh kelembutan,
“Bayangkan seorang ibu yang melihat anaknya berjalan ke arahnya, tetapi anak itu sering jatuh dan tersandung. Apakah sang ibu akan marah? Tidak! Ia justru akan berlari menghampirinya,mengangkatnya, dan mendekapnya erat. Itulah Allah. Ia lebih penyayang daripada seorang ibu kepada anaknya. Selama engkau terus kembali, Allah akan selalu menerimamu.”
Air mata mengalir di pipi sahabat itu. Kata-kata Rasulullah begitu menusuk hatinya. Sejak hari itu, ia tidak lagi putus asa dalam shalatnya. Ia tetap berusaha khusyuk, dan setiap kali pikirannya melayang, ia mengingat nasihat Rasulullah:
“Setiap kali engkau berusaha kembali, saat itulah Allah menyambutmu.”
Tumakninah: Salah Satu Jalan Menuju Khusyuk dalam Shalat
Shalat adalah tiang agama, penghubung antara hamba dan Rabb-nya, dan tempat curhat terbaik bagi jiwa yang gelisah. Namun, tak jarang kita menjalankan shalat hanya sebagai rutinitas, terburu-buru, dan kehilangan makna. Di sinilah pentingnya tumakninah—sebuah sikap tenang dan tuma'ninah dalam gerakan dan bacaan shalat—sebagai pintu untuk mencapai kekhusyukan atau meminimalisir ketidakkhusukan kita saat salat.
Tumakninah berarti berhenti sejenak dengan tenang pada setiap gerakan shalat, tidak tergesa-gesa berpindah dari satu rukun ke rukun berikutnya. Nabi Muhammad SAW dengan tegas mengajarkan tumakninah dalam shalat, bahkan menyebutkan bahwa seseorang yang tidak melakukannya, seolah belum shalat.
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah, Rasulullah berkata kepada seseorang yang shalatnya tergesa-gesa, "Ulangi shalatmu, karena engkau belum shalat." Hal ini terjadi karena ia tidak melakukan gerakan dengan tenang.
Dengan tumakninah, kita memberi waktu bagi hati dan pikiran untuk ikut hadir dalam setiap gerakan dan bacaan shalat. Saat rukuk, kita betul-betul menyadari kebesaran Allah; saat sujud, kita benar-benar merasakan kehinaan dan ketundukan sebagai hamba. Tumakninah memberi kesempatan bagi ruhani kita untuk “mengecap” makna dari setiap rukun.
Kekhusyukan tidak datang begitu saja. Ia perlu dilatih dan dijemput dengan usaha. Salah satunya adalah kita minimalisir dengan menghadirkan tumakninah sebagai kebiasaan. Dalam ketenangan itu, bacaan shalat terdengar lebih jelas, maknanya lebih meresap, dan kita merasa benar-benar berdialog dengan Allah.
Shalat yang khusyuk akan memengaruhi sikap kita di luar shalat. Ia menjadi tameng dari perbuatan keji dan mungkar, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-‘Ankabut ayat 45. Maka, jika selama ini shalat belum bisa menjadi penghalang maksiat, barangkali kita perlu mengevaluasi: sudahkah kita melakukan shalat dengan tumakninah?
Kesimpulannya, tumakninah bukan hanya persoalan teknis dalam gerakan shalat, tetapi inti dari sikap spiritual kita saat menghadap Allah. Dengan menumbuhkan tumakninah, kita membuka pintu kekhusyukan dan memperkuat hubungan dengan Sang Khalik. Bukankah itu yang selama ini kita cari dalam ibadah? Ya, manusia memang hanya bisa meminimalisir. (Yus/*)
0 Komentar