Gempa Bengkulu 23 Mei 2025 Ketangguhan dan Refleksi di Tengah Guncangan

Ketangguhan di Tengah Guncangan: Refleksi atas Gempa Bengkulu 23 Mei 2025

BENGKULU, kiprahkita.com Hari ini, Jumat, 23 Mei 2025, masyarakat Indonesia kembali diingatkan akan letak geografis Nusantara yang berada di atas cincin api Pasifik.

Kondisi rumah pasca gempa 

Sebuah gempa bumi berkekuatan 6,3 Skala Richter kembali mengguncang Kota Bengkulu pada dini hari tadi, menyisakan puing-puing bangunan, luka-luka ringan, dan trauma yang dalam bagi para penyintasnya. Pusat gempa yang dekat permukiman padat penduduk menyebabkan dampak signifikan, khususnya di Kelurahan Betungan.

Di tengah gelapnya pagi, warga Perumahan Betungan Rafflesia Asri terbangun bukan oleh adzan Subuh, melainkan oleh suara dinding runtuh, kaca pecah, dan jeritan orang-orang yang panik. Suasana berubah mencekam.

Rumah-rumah yang selama ini menjadi simbol perlindungan berubah menjadi ancaman. Menurut data awal yang dihimpun oleh Lurah Betungan, Nanto Sinarmas, sebanyak 50 rumah mengalami kerusakan. Sebanyak 20 di antaranya dalam kondisi rusak berat, dan sisanya rusak ringan.

Tampak Depan 

Keterangan Nanto menunjukkan tingkat kerusakan terparah terjadi di RT 48 dan 50. Di sinilah kehidupan warga seketika berubah. Mereka tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga rasa aman.

Salah satu warga, Julianto, seorang petugas keamanan yang rumahnya rusak hingga 90 persen, menjadi saksi hidup bagaimana sebuah bencana dapat menghapus kenyamanan yang dibangun bertahun-tahun hanya dalam hitungan detik. Mobil pribadinya remuk tertimpa reruntuhan, sementara ia dan keluarganya harus berjuang menyelamatkan diri dari puing-puing rumah yang ambruk.

Solidaritas dan Respon Cepat: Harapan di Tengah Krisis

Namun, di balik bencana, selalu ada kilatan harapan dari solidaritas dan kecepatan tanggap darurat. Pemerintah daerah langsung bergerak. Gubernur Bengkulu didampingi Kepala Dinas PUPR datang meninjau lokasi, menunjukkan kepedulian yang nyata. Basarnas menyediakan makanan untuk korban, sementara BPBD menjanjikan tenda-tenda untuk tempat tinggal sementara.

Tampak Belakang 

Dalam kondisi seperti ini, kehadiran negara sangat vital. Posko bantuan segera direncanakan. Meski belum berdiri saat laporan ini diturunkan, koordinasi antara pihak kelurahan, TNI, BPBD, dan Baznas menandai awal pemulihan. Korban yang tidak mengalami luka serius pun tetap harus mendapat perhatian—trauma pasca-gempa dapat mempengaruhi psikis dan kehidupan sosial dalam jangka panjang.

Tidak hanya rumah warga, fasilitas publik seperti Gedung Balai Buntar juga terdampak. Ironisnya, gedung itu sedang dipersiapkan untuk sebuah resepsi pernikahan. Plafon yang ambruk menjadi simbol bahwa di bawah bayang-bayang pesta, selalu ada potensi tragedi yang mengintai. Video yang beredar di media sosial memperlihatkan kehancuran bagian dalam gedung, membuat banyak orang tercenung—betapa cepat semuanya bisa berubah.

Membaca Pesan Alam: Kesiapsiagaan Harus Diperkuat

Bencana alam seperti gempa bumi bukan sesuatu yang bisa dicegah, tetapi dampaknya dapat diminimalisasi. Kejadian di Bengkulu kali ini harus menjadi cermin bagi kita semua untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Sosialisasi tentang mitigasi bencana perlu digiatkan, khususnya di kawasan rawan. Apakah masyarakat sudah tahu apa yang harus dilakukan saat gempa? Apakah struktur bangunan sudah sesuai standar tahan gempa? Apakah anak-anak sekolah sudah terbiasa dengan simulasi evakuasi?

Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab dengan kerja nyata, bukan hanya wacana tahunan setiap 26 Desember 2004 lalu saat mengenang tsunami Aceh. Pemerintah pusat harus turut turun tangan dalam membantu rekonstruksi rumah dan fasilitas umum. Sementara itu, masyarakat perlu diberdayakan untuk membangun kembali kehidupan mereka dengan daya juang dan kemandirian.

Dari Reruntuhan, Tumbuh Harapan

Bengkulu pernah menjadi saksi sejarah gempa besar pada tahun 2000-an, dan kini kembali diuji. Namun dari reruntuhan yang tertinggal, ada semangat yang tak pernah padam. Kisah Julianto dan keluarganya, yang meskipun luka ringan tetap bersyukur karena selamat, adalah potret ketangguhan rakyat Indonesia. Mereka bukan hanya korban, tapi juga pejuang kehidupan yang siap membangun kembali dari awal.

Hari ini, tanggal 23 Mei 2025, akan dikenang sebagai hari ketika Bengkulu diuji lagi oleh alam. Tapi ini juga hari ketika solidaritas, keberanian, dan semangat gotong royong kembali bersinar. Kita berharap agar bantuan cepat datang, trauma bisa disembuhkan, dan kehidupan bisa berjalan normal kembali, meski dengan luka yang butuh waktu untuk pulih.

Bangsa yang besar bukanlah bangsa yang tak pernah dilanda bencana, melainkan bangsa yang mampu bangkit dari setiap tragedi dengan kepala tegak dan hati yang tetap hangat. Semoga saudara kita di Bengkulu tetap sabar dan cepat pulih kembali. (Yus MM/*)

Posting Komentar

0 Komentar