Hari Ber-Muhammadiyah: Momentum Spiritualitas, Intelektualitas, dan Sosialitas dalam Gerakan Islam Berkemajuan
![]() |
Pimpinan Pusat Muhammadiyah |
NASIONAL, kiprahkita.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyerukan pentingnya momentum membangkitkan kesadaran spritual kolektif dalam menjaga persatuan dan memajukan Indonesia di momen peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang jatuh setiap 20 Mei.
Menurut Haedar, Hari Kebangkitan Nasional bukan milik satu kelompok saja, tapi merupakan hasil dari perjuangan seluruh lapisan bangsa Indonesia yang bersatu demi menghapus penjajahan. Ia menekankan, pelajaran penting dari masa lalu bagaimana perbedaan latar belakang ideologi tidak menghalangi tokoh-tokoh bangsa kita untuk bersatu dalam gerakan terorganisir demi kemerdekaan.
“Para tokoh itu meskipun dari berbagai latar ideologi yang berbeda, mereka dengan jiwa besar menyatukan spirit pergerakannya,” kata Haedar dalam keterangan resminya pada Selasa (20/5/25) dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).
Setiap organisasi memiliki momen reflektifnya masing-masing. Bagi Muhammadiyah, Hari Ber-Muhammadiyah bukanlah sekadar peringatan tahunan yang berisi seremonial dan rangkaian kegiatan formal. Ia lebih dari itu—sebuah peristiwa yang mengandung makna spiritual, intelektual, dan sosial, sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir.
Dalam pernyataannya, Haedar menegaskan bahwa Hari Ber-Muhammadiyah adalah momentum penting untuk meresapi nilai-nilai Muhammadiyah dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Islam yang berkemajuan.
### Makna Spiritual: Meneguhkan Tauhid dan Keteladanan
Spirit utama dari gerakan Muhammadiyah adalah tauhid. Dalam kerangka itu, Hari Ber-Muhammadiyah menjadi ajang untuk kembali meneguhkan makna penghambaan hanya kepada Allah SWT dan menjauhkan diri dari segala bentuk ketergantungan terhadap kekuasaan selain-Nya. Ini adalah fondasi spiritual yang menjiwai seluruh amal usaha Muhammadiyah—dari sekolah, rumah sakit, panti asuhan, hingga gerakan filantropi.
Dalam konteks spiritualitas ini, Hari Ber-Muhammadiyah mengajak warganya untuk meneladani Nabi Muhammad SAW, bukan hanya sebagai seorang nabi, tetapi sebagai tokoh transformasional yang membawa perubahan sosial melalui nilai-nilai keimanan, kejujuran, keadilan, dan kasih sayang. Menjadi Muslim berkemajuan bukan berarti terjebak pada rutinitas ritual belaka, tetapi menjadikan iman sebagai motor penggerak untuk menebar manfaat seluas-luasnya bagi sesama.
### Makna Intelektual: Islam yang Mencerahkan dan Membebaskan
Muhammadiyah sejak awal berdirinya telah menempatkan ilmu pengetahuan sebagai jantung pergerakan. Dalam sejarahnya, Muhammadiyah mendirikan lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dengan semangat mencerdaskan kehidupan umat. Maka Hari Ber-Muhammadiyah juga merupakan kesempatan untuk menghidupkan kembali semangat intelektualisme dalam beragama.
Islam berkemajuan yang didengungkan oleh Muhammadiyah tidak anti terhadap sains dan teknologi, bahkan menjadikannya sebagai sarana untuk membumikan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil 'alamin. Warga Muhammadiyah ditantang untuk menjadi pembelajar seumur hidup, berpikir kritis, dan menjawab persoalan-persoalan kontemporer dengan pendekatan keilmuan yang matang. Intelektualitas Muhammadiyah adalah intelektualitas yang membebaskan umat dari kebodohan, takhayul, dan semangat fatalistik.
### Makna Sosial: Gerakan Membumikan Islam melalui Amal Nyata
Selain spiritual dan intelektual, Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan amal. Sejak KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi ini tahun 1912, fokus pada pengabdian sosial menjadi kekhasan Muhammadiyah. Maka, Hari Ber-Muhammadiyah juga harus dipahami sebagai penguatan peran sosial warga Muhammadiyah di tengah-tengah masyarakat.
Warga Muhammadiyah tidak cukup hanya menjadi Muslim yang saleh secara pribadi, tetapi juga harus hadir di ruang-ruang sosial sebagai agen perubahan. Melalui amal usaha seperti sekolah, rumah sakit, klinik, lembaga sosial, dan Lembaga Zakat, Muhammadiyah menunjukkan bahwa keberagamaan tidak boleh terputus dari konteks kemanusiaan. Di sinilah nilai-nilai Islam dipraktikkan dalam wujud konkret: memberi makan yang lapar, menyantuni anak yatim, memberdayakan ekonomi umat, dan mendidik generasi penerus bangsa.
### Memantapkan Jati Diri Islam Berkemajuan
Haedar Nashir menegaskan bahwa Hari Ber-Muhammadiyah adalah kesempatan untuk memantapkan jati diri keislaman yang berkemajuan. Ini bukan slogan kosong, tetapi prinsip ideologis yang berpijak pada ijtihad, pembaruan, dan komitmen pada kemajuan peradaban. Islam berkemajuan bukan berarti meninggalkan tradisi, tetapi menempatkan tradisi dalam kerangka rasionalitas, kemanfaatan, dan kesesuaian dengan nilai-nilai utama Islam.
Dalam dunia yang terus berubah cepat, tantangan umat Islam bukan hanya bagaimana bertahan, tetapi bagaimana menjadi subjek dalam perubahan. Di sinilah pentingnya jati diri keislaman yang adaptif, tetapi tidak kehilangan prinsip. Muhammadiyah harus terus berada di garis depan dalam menghadirkan wajah Islam yang modern, toleran, dan solutif.
### Penutup: Dari Momentum ke Gerakan Berkelanjutan
Hari Ber-Muhammadiyah harus dijadikan titik tolak untuk gerakan yang berkelanjutan. Ia bukan puncak, tetapi awal dari pembaharuan diri dan organisasi. Warga Muhammadiyah perlu menjadikan nilai-nilai tauhid, ilmu, dan sosial sebagai bagian dari identitas sehari-hari.
Seperti kata KH Ahmad Dahlan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.” Hari Ber-Muhammadiyah adalah cara kita menghidupkan semangat itu, dengan berbuat nyata, berpikir terbuka, dan beriman teguh.
Semoga Hari Ber-Muhammadiyah senantiasa menjadi pengingat bahwa Islam adalah agama yang memerdekakan, mencerahkan, dan membangun peradaban mulia. Islam yang berkemajuan adalah wajah terbaik dari semangat Muhammadiyah yang terus relevan dalam setiap zaman.
Berikut beberapa lagu yang cocok untuk mengiringi peringatan Hari Ber-Muhammadiyah, sesuai dengan semangat spiritual, intelektual, dan sosial yang disampaikan oleh Prof. Haedar Nashir:
🎵 1. Mars Muhammadiyah
Lirik:
> Sang Surya tetap bersinar
> Syahadat dua melingkar
> Warna yang hijau berseri
> Membuatku rela hati .... dst.nya
Alasan cocok:
Ini adalah lagu resmi yang paling merepresentasikan semangat perjuangan Muhammadiyah—pencerahan, dakwah, dan amal usaha. Cocok dinyanyikan pada pembukaan acara atau sebagai penyemangat.
🎵 2. Hymne Muhammadiyah
Lirik:
> Dengan menyebut asthma ilahi
> Allah ya Robbul izzati
> Kami mahasiswa UNIMUS nan jaya
> Siapkan cendekia Muslim ... dst
Alasan cocok:
Lebih lembut dari Mars, himne ini cocok untuk suasana reflektif dan khidmat. Mengajak hadirin merenung dan meneguhkan kembali komitmen keislaman yang berkemajuan.
🎵 3. “Padamu Negeri” – Kusbini
Lirik:
> Padamu negeri kami berbakti
> Padamu negeri kami mengabdi
> Bagimu negeri jiwa raga kami
Alasan cocok:
Meski bukan lagu Muhammadiyah, lagu ini menggambarkan semangat pengabdian pada bangsa—selaras dengan gerakan sosial Muhammadiyah yang mencintai negeri melalui amal nyata.
🎵 4. Indonesia Pusaka” – Ismail Marzuki
Lirik:
> Indonesia tanah air beta
> Pusaka abadi nan jaya
> Indonesia sejak dulu kala
dst,...
Alasan cocok:
Menambah nuansa nasionalisme yang harmonis dengan semangat keislaman berkemajuan Muhammadiyah. Cocok dibawakan di penutupan acara dengan harapan untuk negeri.
🎵 5. “Aku Muhammadiyah” – Lagu Pop Religi Modern Muktamar (bisa dicari di YouTube)
Lirik (inti):
> Muhammadiyah teguhkan asa
> Msjukan umat jayakan bangsa
> Bumikan Islam sinari zaman Rahmati alam
> Bersama majukan Indonesia
Alasan cocok:
Lagu ini membawa nuansa kekinian, cocok untuk segmen anak muda atau penampilan kreatif di acara Hari Ber-Muhammadiyah.
Menyanyi sambil bermuhammadiyah, yuk! (Yusriana MM/*)
0 Komentar