Menyambut Sekolah Rakyat: Persiapan Sumatera Barat Menjawab Kebutuhan Pendidikan Alternatif

NASIONAL, kiprahkita.com Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung program Sekolah Rakyat yang diinisiasi oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Program ini bertujuan menyediakan pendidikan gratis dan berasrama bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera.

Dukungan Pemprov Sumbar dan UNP

Universitas Negeri Padang (UNP) bersama Pemprov Sumbar telah menawarkan fasilitas kampus untuk penyelenggaraan Sekolah Rakyat. Kampus PGSD UNP di Bandar Buat, dengan luas sekitar satu hektare dan fasilitas lengkap, siap digunakan. Selain itu, Kampus PGSD di Sawahlunto seluas 5,2 hektare juga ditawarkan sebagai lokasi tambahan. UNP berkomitmen menyediakan tenaga ahli, pelatihan bagi guru dan dosen, serta penempatan mahasiswa untuk magang di Sekolah Rakyat. Beberapa inisiatif dan dukungan dari daerah di Sumbar.

Inisiatif Kabupaten Solok

Pemerintah Kabupaten Solok, melalui Wakil Bupati H. Candra, telah mengajukan proposal pembangunan Sekolah Rakyat kepada Kemensos. Lokasi yang diusulkan berada di area Balai Latihan Kerja (BLK) seluas tiga hektare. Langkah ini diambil untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan kualitas pendidikan di daerah tersebut. 

Kesiapan Kabupaten Dharmasraya

Bupati Dharmasraya, Annisa Suci Ramadhani, menyatakan komitmen kuat untuk menghadirkan Sekolah Rakyat di wilayahnya. Program ini diharapkan dapat dimulai pada tahun ajaran 2025-2026. 

Alokasi Anggaran Pendidikan

Pemprov Sumbar telah mengalokasikan dana sebesar Rp44,6 miliar untuk peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan ruang kelas baru dan unit sekolah baru. Langkah ini bertujuan mencapai pemerataan akses pendidikan di wilayah Sumatera Barat. 

Dengan berbagai inisiatif dan dukungan dari pemerintah daerah serta institusi pendidikan, Sumatera Barat menunjukkan kesiapan.

Sebenarnya sekolah Rakyat sudah berkembang di berbagai daerah di Indonesia, terutama di wilayah dengan tingkat putus sekolah tinggi atau keterbatasan akses pendidikan. Beberapa contoh di berbagai daerah:

Sekolah Rakyat Lentera (Yogyakarta)

Didirikan oleh komunitas Lentera Anak Pelangi, fokus pada pendidikan anak-anak marjinal, seperti pemulung dan anak jalanan.

Sekolah Rakyat Butet Manurung (Sumatera, Kalimantan, Papua)

Melalui Sokola Rimba, Butet membawa pendidikan ke komunitas adat terpencil, menggunakan metode belajar kontekstual di alam.

Sekolah Rakyat Aceh (Banda Aceh)

Muncul pascatsunami 2004 sebagai upaya pemulihan pendidikan anak-anak korban bencana.

Sekolah Rakyat Bogor (Jawa Barat)

Didukung relawan dan donatur, memberikan pendidikan gratis di lingkungan pemukiman padat dan wilayah miskin.

Sekolah Rakyat Makassar dan Gowa (Sulawesi Selatan)

Banyak relawan mendirikan kelas belajar informal bagi anak jalanan dan anak buruh. Setiap sekolah punya model yang berbeda, tergantung pada kebutuhan lokalnya. Ada yang fokus pada keterampilan hidup, ada yang menitikberatkan pada pendidikan dasar, dan ada pula yang menggabungkannya dengan nilai-nilai budaya lokal.

Tentu ini kabar gembira bagi dunia pendidikan di Sumatera Barat (Sumbar)!

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) telah mengumumkan bahwa program Sekolah Rakyat akan segera dimulai pula pada tahun ajaran baru 2025/2026.

Untuk tahap awal implementasi, dua lokasi telah dipastikan akan menjadi tempat beroperasinya Sekolah Rakyat di Sumbar, yaitu di Kota Padang dan Kabupaten Solok.

Sementara itu, satu lokasi potensial lainnya yang berada di bawah naungan Universitas Negeri Padang (UNP) masih dalam tahap pengkajian lebih lanjut memang.

Menyambut Sekolah Rakyat: Persiapan Sumatera Barat Menjawab Kebutuhan Pendidikan Alternatif

Di tengah tantangan ketimpangan akses pendidikan di Indonesia saat ini, wacana gerakan Sekolah Rakyat itu hadir sebagai bentuk perlawanan sunyi terhadap eksklusivitas pendidikan formal. Berbasis masyarakat, Sekolah Rakyat tumbuh dari keprihatinan dan semangat gotong royong.

Ia mengajar bukan demi ijazah, melainkan untuk keterampilan hidup. Lalu bagaimana dengan Sumatera Barat, daerah yang terkenal dengan semangat intelektual dan pergerakan sosialnya? Sudahkah kita bersiap?

Sumatera Barat memiliki modal budaya yang kuat untuk mengembangkan Sekolah Rakyat. Filosofi adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah menekankan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti kebiasaan kita dahulu belajar di surau.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih ada daerah terisolasi di pedalaman dan pegunungan yang sulit dijangkau pendidikan formal sesuai kondisi gegrafis nagari kita. Masih ada anak-anak dari keluarga kurang mampu yang memilih membantu orang tua di ladang daripada duduk di bangku sekolah.

Gerakan Sekolah Rakyat seperti rencana di atas seharusnya menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah kita, dinas pendidikan, dan komunitas. Ini bukan tentang menyaingi sekolah negeri, melainkan menjadi pelengkap yang menjangkau mereka yang tercecer.

Untuk itu, Sumatera Barat perlu melakukan beberapa langkah persiapan tentunya:

1. Pemetaan Wilayah Rentan Akses Pendidikan

Dengan melibatkan nagari dan kelurahan, data riil tentang anak putus sekolah dan kesenjangan akses pendidikan harus menjadi pijakan awal. Ini akan menentukan di mana Sekolah Rakyat paling dibutuhkan.

2. Pelatihan Kader Relawan dan Guru Lokal

Sumbar punya banyak guru honorer, relawan, bahkan mahasiswa keguruan yang bisa dilatih menjadi fasilitator Sekolah Rakyat. Penguatan kurikulum kontekstual dan pendekatan humanis jadi kunci.

3. Kemitraan dengan Lembaga Sosial dan Dunia Usaha

Sumbar bisa menggandeng perantau, BUMN, atau komunitas literasi untuk mendukung pendanaan dan perlengkapan belajar.

4. Regulasi yang Mendukung

Pemerintah daerah perlu membuat payung hukum yang memberi ruang aman bagi tumbuhnya Sekolah Rakyat—termasuk legalitas belajar nonformal, pengakuan kompetensi, dan kemudahan operasional.

Sekolah Rakyat tidak hanya mengajar baca-tulis, tetapi membentuk karakter, membangun empati, dan membangkitkan harapan. Sumatera Barat, dengan sejarah pendidikan yang panjang dan masyarakatnya yang peduli, semestinya menjadi pelopor di ranah ini.

Kita bukan memulai dari nol, tapi dari nilai-nilai yang sudah ada sejak lama—tinggal disegarkan kembali untuk masa depan yang lebih merata dan manusiawi. (Yus/M/*)

Posting Komentar

0 Komentar