Jembatan Darurat Lona Aro Batur Pasca Bencana Banjir

Jembatan Darurat Lona Aro Batur, Simbol Ketahanan Warga dan Ujian Tanggung Jawab Pemerintah

TANAH DATAR, kiprahkita.com Setahun lebih pasca bencana banjir bandang Galodo yang melanda Tanah Datar pada Mei 2024, masyarakat Nagari Sungai Jambu, khususnya Jorong Batur, masih harus berjibaku dengan infrastruktur darurat yang semakin rapuh. Salah satu titik krusial adalah Jembatan Darurat Lona Aro Batur, yang kini kondisinya sangat memprihatinkan. Dibangun sebagai solusi sementara, jembatan ini kini justru menjadi sumber kekhawatiran yang mendalam.

Jembatan Darurat Lona Aro Batur

Terbuat dari kayu kelapa seadanya, jembatan yang sempat menjadi penyambung harapan itu kini telah melengkung dan lapuk di berbagai bagian. Tidak hanya tidak layak dilalui kendaraan bertonase berat, jembatan ini juga telah menimbulkan korban jiwa akibat kecelakaan. Ancaman keselamatan pun kini menghantui setiap warga yang melintasinya saban hari untuk sekolah, bekerja, atau sekadar menjalankan aktivitas sehari-hari.

Kepala Jorong Batur, Poni Zulheri, secara terbuka menyatakan kekhawatiran atas kondisi jembatan. Ia bahkan telah menghubungi Wali Nagari dan Dinas PUPR Tanah Datar untuk meminta bantuan alat berat agar perbaikan bisa dilakukan secara gotong royong bersama masyarakat. Namun, permintaan tersebut belum mendapatkan tindak lanjut nyata.

Wali Nagari Sungai Jambu, Wilmen S.T., menyampaikan bahwa surat resmi telah dikirim ke Dinas PUPR dua minggu sebelumnya. Namun hingga kini belum ada respon konkret. Dari pihak dinas, melalui Kepala Dinas Ten Feri, disebutkan bahwa permintaan tersebut sudah didisposisikan ke bidang terkait dan disurvei, serta telah diusulkan ke BNPB. Sayangnya, tidak ada kejelasan kapan realisasinya akan dimulai. Bahkan, pengakuan bahwa belum tersedia anggaran justru menambah panjang daftar kekhawatiran masyarakat.

Suara keras juga disampaikan Ketua BPRN Sungai Jambu, M. Yuner, S.H., M.H., yang menyebut kondisi jembatan tidak hanya tak layak, tetapi juga sangat membahayakan. Ketua Recovery Pasca Bencana, Zulkifli S.H., mempertegas bahwa jembatan tersebut adalah akses vital yang menghubungkan tiga kecamatan: Pariangan, Lima Kaum, dan Sungai Tarab, serta menjadi jalur penting bagi distribusi ekonomi, pendidikan, dan kegiatan sosial masyarakat.

Ironisnya, meskipun pejabat tinggi seperti menteri, gubernur, DPRD provinsi dan kabupaten, hingga Bupati Tanah Datar telah meninjau langsung lokasi ini, realisasi pembangunan masih jauh dari harapan. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara empati simbolik dan aksi nyata. Masyarakat tidak lagi membutuhkan kunjungan seremonial, melainkan tindakan konkrit dan cepat.

Di Nagari Sungai Jambu, tak hanya satu, tapi tiga jembatan rusak parah akibat bencana: Jembatan Lona Aro Batur, jembatan dekat MTsN ke Parambahan, dan jembatan Bailey TNI yang menuju ibu kota kecamatan. Ketiganya adalah urat nadi pergerakan dan perekonomian warga. Maka, keterlambatan penanganan sama saja dengan menutup akses kehidupan bagi ribuan warga.

Kondisi ini semestinya menjadi tamparan bagi semua pihak yang memiliki wewenang. Di satu sisi, masyarakat telah menunjukkan ketahanan luar biasa dengan gotong royong dan inisiatif lokal. Di sisi lain, pemerintah dituntut untuk tidak menunda-nunda pemulihan infrastruktur yang sangat esensial ini.

Perbaikan jembatan bukan lagi sebuah wacana pembangunan, tapi kewajiban yang menyangkut keselamatan, keberlangsungan ekonomi, serta harkat hidup masyarakat. Pemerintah daerah dan pusat harus segera memberikan kejelasan dan kepastian, bukan janji yang berulang tanpa ujung. Sebab, ketika infrastruktur tak kunjung diperbaiki, yang rusak bukan hanya jembatan, tapi juga kepercayaan masyarakat. (MN/Yus MM)*

Posting Komentar

0 Komentar