Musnag Limo Kaum: Ketika Legislator Pulang Kampung, dan Pemerintah Daerah Tak Juga Menoleh
TANAH DATAR, kiprahkita.com –Di Nagari Limo Kaum, jantung budaya dan sejarah Kabupaten Tanah Datar, Musyawarah Nagari (Musnag) tahun 2025 seharusnya menjadi ruang harapan—bukan ruang kecewa. Namun justru dalam momen yang seharusnya penuh semangat perencanaan pembangunan, ketidakhadiran mayoritas kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terasa seperti tamparan sunyi dari kekuasaan yang lupa pada akar.
![]() |
Peserta Musnag |
Tiga Legislator Pulang Kampung, Pemerintah Daerah Justru Absen
Yang membuat Musnag kali ini istimewa adalah kehadiran tiga putra terbaik Limo Kaum: Zuldafri Darma, Agus Tofik, dan Herri Wildani. Di tengah agenda dinas ke Painan dan tabrakan jadwal dengan Rapat Paripurna DPRD, ketiganya memilih pulang kampung, datang duduk bersama warga, dan menyimak suara konstituen secara langsung. Ini bukan sekadar hadir secara fisik, tapi hadir dengan nurani.
Namun, kontras dengan semangat mereka, justru para pejabat OPD yang seharusnya menjadi ujung tombak teknokrasi pembangunan tidak hadir. Bukankah ironi ketika wakil rakyat dari legislatif rela meninggalkan forum resmi di DPRD demi Musnag, tetapi birokrat eksekutif yang digaji untuk membangun malah tak datang?
Agus Tofik bahkan menyampaikan kekecewaan terbuka, "Agak tersinggung," katanya. Dan publik pun berhak ikut tersinggung. Karena Musnag bukan seremonial, tapi titik tolak strategi pembangunan nagari.
Musnag Bukan Tentang Keinginan, Tapi Kebutuhan
Agus Tofik pun mengingatkan: prioritaskan kebutuhan, bukan keinginan. Dalam kondisi fiskal nasional yang sedang digencet oleh Instruksi Presiden 01 Tahun 2025—di mana dana pokir (pokok-pokok pikiran DPRD) dipangkas drastis, bahkan di-nol-kan—pembangunan nagari tidak bisa lagi mengandalkan anggaran simbolik. Yang dibutuhkan kini adalah skala prioritas yang jernih dan realistis.
Di tengah tekanan anggaran itulah nilai perjuangan legislator diuji. Bahkan ketika anggaran dibatasi, Agus Tofik dan Herri Wildani tetap menyuarakan agar dana pokir jangan dipotong. Sebuah sikap melawan arus yang perlu diapresiasi. Karena saat yang lain diam, mereka bicara.
Jembatan Rusak, Pemerintah Daerah Diam
Bencana galodo sudah berlalu lebih dari setahun, tetapi dua jembatan vital di Limo Kaum belum juga diperbaiki. Inilah potret nyata pembiaran. Limo Kaum adalah etalase Tanah Datar, pintu masuk menuju objek vital daerah. Namun apakah status itu berarti jika jalurnya terputus dan jembatannya runtuh?
Dalam forum Musnag, desakan publik jelas: Berikan tenggang waktu yang jelas dan terukur!
Pemerintah daerah tak bisa terus bersembunyi di balik birokrasi. Rakyat sudah terlalu sering dijanjikan perbaikan yang tak kunjung datang. Infrastruktur bukan sekadar beton dan baja—ia adalah urat nadi ekonomi dan simbol perhatian negara.
Korupsi di RSUD & Perumda: Urat Rusak di Tubuh Pemerintahan
Yang lebih memiriskan, di tengah keterbatasan anggaran dan penderitaan rakyat, muncul indikasi korupsi di RSUD Ali Hanafiah dan penyalahgunaan keuangan di Perumda Tuah Sepakat. Padahal dua lembaga ini adalah pelayan publik—satu di bidang kesehatan, satu lagi BUMD yang harusnya menopang ekonomi.
Legislator Herri Wildani yang duduk di Komisi II, menyampaikan bahwa komisinya sudah memanggil jajaran direksi dan pengawas Perumda. Kasus ini kini di tangan aparat penegak hukum. Dan rakyat menanti: Akan adilkah prosesnya? Atau hanya jadi wacana berumur pendek?
Zuldafri: Nagari Perlu Kekuatan Politik yang Solid
Pesan penting datang dari Zuldafri Darma: Nagari ini akan dibawa ke mana? Untuk menjawabnya, dibutuhkan kekompakan, sinergisitas, dan kekuatan politik anak nagari. Tanpa soliditas, Limo Kaum hanya akan menjadi nama besar yang tergerus perlahan oleh kelalaian, oleh pembiaran, oleh elite yang lebih sibuk menata kuasa ketimbang menyusun masa depan kampung halaman.
Musnag yang Berani
Musyawarah kali ini bukan hanya ajang diskusi, tapi juga ajang protes diam. Bahkan sempat dihentikan sejenak untuk memberi ruang aspirasi massa demo yang membawa isu moral. Ini memperlihatkan bahwa warga tak lagi bisa diajak kompromi jika kebenaran dan keadilan hanya dijadikan selubung retorika.
Sayangnya, suara-suara itu seolah tidak terdengar oleh mereka yang seharusnya paling bertanggung jawab.
Penutup: Musnag Adalah Cermin, Bukan Sekadar Forum
Musyawarah Nagari sejatinya adalah cermin keseriusan negara hadir di tingkat akar rumput. Ketika legislatif hadir utuh dan eksekutif justru absen, maka yang tercermin adalah ketimpangan komitmen. Limo Kaum adalah nagari besar, penuh potensi, dan kaya sejarah. Ia layak diperjuangkan, bukan hanya dijadikan titik kunjungan atau bahan pidato.
Kini, setelah Musnag usai, tinggal satu pertanyaan: Siapa yang sungguh-sungguh ingin membawa perubahan, dan siapa yang hanya ingin mengambil keuntungan? Waktu dan rakyat akan menjawabnya. (Yus MM/BS*)
0 Komentar