Muhammadiyah Jangan Latah dengan Model Sekolah Terpadu

Prof. Haedar Nashir saat menutup Rakernas LPP Muhammadiyah.(muhammadiyah.or.id)

BANTUL, kiprahkita.com - Sebagai organisasi yang mempelopori pendidikan modern, Muhammadiyah diminta jangan latah meniru model-model pendidikan yang muncul belakangan.


"Muhammadiyah menjadi organisasi Islam pertama, yang memelopori pendirian sekolah, dengan kurikulum yang memadukan ilmu agama dan ilmu dunia," ujar Ketua Majlis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPK-SDI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bachtiar Dwi Kurniawan.


Bachtiar mengatakan hal itu, saat menjadi narasumber pada salah satu kegiatan Muhammadiyah di Bantul, Yogyakarta, akhir pekan kemarin.


Menurutnya, usaha pengintegrasian ilmu itu terus dilakukan Muhammadiyah hingga kini, sejak jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.


Dari rekam sejarah itu, dia menekankan agar sekolah-sekolah di lingkungan Muhammadiyah memahami identitas tersebut, sehingga tidak ikut-ikutan menamakan dirinya sebagai ‘Sekolah Islam Terpadu’.


“Sekolah, pendidikan yang didirikan Muhammadiyah itu sebenarnya terpadu. Karena waktu adanya sekolah zaman penjajahan itu, sekolahnya sekolah umum, belajar matematika, ilmu alam, ilmu sosial dan sebagainya yang, oleh Muhammadiyah itu enggak cukup. Jadi Muhammadiyah menambah dengan ilmu agama, diajari bahasa Arab, diajari hadis, diajari Quran, tafsir, ” jelasnya, sebagaimana dikutip dari laman resmi muhammadiyah.or.id.


Sekolah Muhammadiyah, tegas Bachtiar, sejatinya sekolah Islam yang sudah terpadu. Jadi, tuturnya, kalau SD Muhammadiyah, ya SD Muhammadiyah yang sejatinya sudah terpadu, karena sudah ada pendidikan agamanya di dalam, yang terintegrasi di dalam sistem pendidikan pengajaran di sekolah Muhammadiyah.


"Jadi kalau ada nama-nama sekolah di luar itu, misalnya Sekolah Dasar Terpadu Muhammadiyah, ora usah melu-melu (tidak usah ikut-ikut). Sekolah Muhammadiyah itu sudah terpadu," ujarnya.


PESANTREN


Di sisi lain, Muhammadiyah akhir-akhir ini juga sudah 'tergiur' dengan pola pendidikan pondok pesantren (ponpes). Buktinya, dalam beberapa tahun belakangan, sudah ada 440 lembaga pendidikan Muhammadiyah berlabel pondok pesantren. 


"Saat ini, tercatat sekitar 440 pesantren Muhammadiyah yang telah tersebar di seluruh penjuru negeri. Kualitasnya memang harus terus ditingkatkan, seiring dengan peningkatan kuantitas," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, Ahad (9/7), saat menutup Rapat Kerja Nasional Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat (LP2 PP) Muhammadiyah, di Yogyakarta.


Salah satu model ponpes yang dikembangkan dikenal dengan nama Muhammadiyah Boarding School (MBS). “Kita punya model pesantren Muhammadiyah yang mengalami inovasi, bahasa Muhammadiyahnya tajdid. MBS ialah manifestasi dari pesantren Muhammadiyah yang modern. Muhammadiyah bisa mengembangkan pesantren yang khas Muhammadiyah,” sebutnya.(*/mus)

Posting Komentar

0 Komentar