JAKARTA, kiprahkita.com - Aktualisasi demokrasi ekonomi kini terasa mencekam. Sementara di sisi lain, demokrasi politik selalu ramai diperbincangkan di ruang-ruang publi,.
"Fakta menunjukkan, tersendatnya demokrasi ekonomi di tengah-tengah bangsa Indonesia kini kian mencekam. Inilah yang terlihat akhir-akhir ini. Si kaya semakin kaya, kekayaannya tumbuh berliat-lipat," kata Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Buya Anwar Abbas.
Menurut tokoh asal Sumatera Barat itu, yang dibutuhkan oleh bangsa ini selain demokrasi politik adalah demokrasi ekonomi.
Buya Anwar menegaskan, angka ketimpangan yang terjadi di Indonesia begitu curam, kekayaan segelintir manusia, menyamai kekayaan jutaan manusia yang lain. Realitas tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di dunia global sekarang.
“Sementara mereka yang ada di lapis bawah, tampak masih terseok-seok dan terkurung dalam kemiskinan yang melilit. Jumlahnya masih sangat besar yaitu 25,9 juta jiwa,” katanya, dikutip dari laman resmi muhammadiyah.or.id, diakses pada Kamis (1/2) malam.
Di sinilah, ujarnya, ironi itu terjadi, sehingga kemiskinan yang telah menjerat masyarakat, dan seringkali telah menenggelamkan demokrasi itu sendiri.
Anwar menjelaskan, jika ingin demokrasi berjalan di negeri ini sesuai dengan yang diharapkan–maka, seperti dikatakan Bung Hatta, pembangunan demokrasi politik harus sejalan dengan pembangunan demokrasi ekonomi.
Demokrasi ekonomi, menurutnya, menjadi suatu yang tidak terlihat di dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang sedang dijalani, karena banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah telah melenceng dari amanat konstitusi.(*/mus)
0 Komentar