- Oleh Dr. H. Shofwan Karim Elhussein, MA
- Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumbar
OPINI, kiprahkita.com - Sejak tahun 1969 di Padang Panjang, saya berkenalan dengan berbagai tokoh PII (Pelajar Islam Indonesia) Sumatera Barat.
Salah satu sosok yang paling berkesan dalam ingatan saya adalah Uda Masfar Rasyid.
Semasa hidupnya, Uda selalu menjadi sosok penggerak perjuangan. Dalam benak kami, ketika membicarakan KB (Keluarga Besar) PII, nama Uda Masfar Rasyid selalu muncul, sebagai salah satu eksekutor utama cita-cita besar Dr. Mohammad Natsir di Sumatera Barat.
Natsir adalah figur yang kami kagumi lebih dari 60 tahun lalu, seorang pemimpin yang tak henti-hentinya mendorong perjuangan Islam di daerah ini.
Saya pribadi juga terobsesi dengan pemikiran Mohammad Natsir, yang kemudian saya tuangkan dalam Disertasi Doktor saya, yang menjadi dua buku: Islam sebagai Dasar Negara: Polemik Natsir Versus Sukarno, dan Islam dan Nasionalisme: Pemikiran Mohammad Natsir.
Karya-karya ini lahir dari pengaruh besar sosok Natsir dalam perjalanan pemikiran saya, yang juga dipengaruhi oleh figur seperti Uda Masfar.
Pada hari Jumat, 11 Oktober 2024, Uda Masfar wafat di Bukittinggi. Kami semua kehilangan seorang pejuang, dan semoga Allah melapangkan jalannya menuju surga Jannatun Naim, memberikan ampunan serta anugerah atas segala perjuangannya.
Uda Masfar Rasyid merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, Padang Panjang menjadi tempat berkumpulnya pemuda-pemuda Islam yang penuh semangat perjuangan.
Mereka adalah anggota dari berbagai organisasi seperti IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), dan tentu saja PII.
Salah satu tempat pertemuan utama mereka adalah di Kauman, yang menjadi pusat berbagai kegiatan keagamaan dan intelektual.
Mereka seringkali terlibat dalam lebih dari satu organisasi, melintasi batas-batas organisasi pemuda Islam tersebut.
Ada nama-nama seperti Uda Zulfi Sukur, Adly Etek, dan Rasyidi Bahaudin yang aktif di IMM, HMI, dan PII secara bersamaan.
Selain itu, ada juga tokoh-tokoh lainnya seperti Yusmar Eddy, Bustanul Arifin, Bayar Ilyas, dan Rostina Salim, yang turut berjuang bersama di Fakultas Ushuluddin IAIN.
Di masa itu, kegiatan-kegiatan seperti rapat umum, kepanitiaan, latihan puitisasi Al-Qur'an, dan pementasan seni sering diadakan di Kauman, IAIN, serta Gedung Panti Budaya (yang kini menjadi Gedung Syafii).
Selain aktivitas keagamaan, ada juga kegiatan-kegiatan politik yang melibatkan para pemuda Islam ini.
Pada tahun 1968, Partai Parmusi (Partai Muslimin Indonesia) lahir dan menjadi kendaraan politik umat Islam di Sumatera Barat, termasuk di Padang Panjang.
Pemuda-pemuda Islam dari organisasi seperti IMM, HMI, IPM, dan PII menjadi bagian dari front depan Parmusi dalam menghadapi Pemilu 1971.
Uda Masfar dan rekan-rekannya di Bukittinggi, Padang, dan Payakumbuh, yang kini sebagian sudah menjadi tokoh senior, turut berada di barisan terdepan perjuangan umat Islam kala itu.
Salah satu momen bersejarah yang mereka perjuangkan adalah menolak pendirian Rumah Sakit Baptis di Bukittinggi, yang kini telah berubah menjadi Rumah Sakit Stroke Nasional.
Upaya ini berhasil berkat lobi yang dilakukan oleh Mohammad Natsir di tingkat pusat, serta dukungan dari tokoh seperti HMD Dt. Palimo Kayo, Ketua MUI pertama Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat.
Pada pertengahan 1970-an, mulai terjadi semacam "rasionalisasi" tak resmi di kalangan pemuda Islam. Mereka yang sebelumnya aktif dalam berbagai organisasi, mulai memilih untuk berfokus pada salah satu organisasi.
Namun, semangat perjuangan dan persaudaraan yang mereka bangun tetap kuat, mewarnai perjalanan politik dan keagamaan di Sumatera Barat hingga saat ini.
Kini, ketika mengenang Uda Masfar, kita tak hanya mengenang sosok yang gigih dalam perjuangan, tetapi juga seorang pemimpin yang telah menginspirasi generasi demi generasi.
Semoga perjuangannya menjadi amal jariyah yang terus mengalir, dan kita semua dapat meneruskan cita-cita besar yang telah ia wariskan.***
0 Komentar