Disiplin Dua Pekan: Refleksi dari Barak Militer untuk Pendidikan Karakter Siswa
Oleh: Yusriana
Kasak-kusuk teman-teman guru di sekolah membicarakan Refleksi dari Barak Militer untuk Pendidikan Karakter Siswa. Mereka heboh bicara soal gagasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang diluncurkan pada 2 Mei 2025.
NASIONAL, kiprahkita.com –Sebuah tayangan wawancara di Kompas.com, Jumat 23 Mei 2025, menjadi viral dan bahan perbincangan hangat, terutama di kalangan orang tua dan pendidik. Seorang ibu, Cantika (33), menyatakan bahwa putranya, MA, berubah drastis setelah mengikuti program pendidikan karakter selama dua minggu di barak militer.
![]() |
Sistemikkah Militer untuk Siswa |
Refleksi dari Barak Militer untuk Pendidikan Karakter Siswa
Ia menyebut anaknya kini lebih disiplin, mandiri, bahkan lepas dari kecanduan gawai. Cerita ini menyulut rasa penasaran dan menuai beragam tanggapan. Benarkah dua pekan cukup untuk mengubah karakter anak?
Fenomena ini mencuat seiring program pendidikan karakter berbasis kedisiplinan militer yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tersebut. Program ini bukan sekadar jalan-jalan ke markas tentara atau belajar baris-berbaris, tetapi sebuah simulasi kehidupan teratur dengan nilai-nilai dasar: bangun pagi, beribadah, tanggung jawab, dan patuh pada aturan.
Cantika memberi testimoni penuh haru. Putranya kini bangun sendiri pukul 04.00 WIB, pergi ke masjid, pulang lalu bersiap ke sekolah. Tak ada drama dibangunkan berulang kali. Tak ada lagi gawai yang terus digenggam hingga larut malam. Bahkan, MA kini menjadi petugas SGS dan duta kedisiplinan sekolah. Ia bukan hanya berubah, tetapi tumbuh menjadi panutan.
Dari Militer ke Sekolah: Apakah Bisa Menjadi Sistemik?
Kisah MA menyentil satu hal mendasar: bahwa pendidikan karakter, jika dilaksanakan dengan pendekatan yang tepat dan disiplin terstruktur, bisa membawa dampak yang besar, bahkan dalam waktu singkat.
Namun pertanyaannya, apakah semua anak akan mengalami perubahan serupa? Apakah pendekatan seperti ini bisa diadopsi di sekolah-sekolah secara sistemik?
Kita tentu menyadari bahwa anak-anak zaman sekarang tumbuh di tengah lautan distraksi: gawai, media sosial, dan arus informasi yang nyaris tak bisa dibendung. Orang tua dan guru sering kali kewalahan. Maka, dua minggu dalam suasana yang bebas dari gawai, penuh jadwal tertata, serta kehadiran sosok teladan dari para pelatih militer, bisa menjadi ruang hening bagi anak-anak untuk “melihat kembali dirinya”.
Namun penting juga dicatat, keberhasilan program ini bukan hanya pada struktur kedisiplinan militernya. Kunci utamanya terletak pada keberlanjutan. Dalam kasus MA, sekolah dan Dinas Sosial melakukan monitoring berkala. Saat ia shalat, difoto, dilaporkan ke guru, lalu ke Disdik dan Dinsos. Ada keterlibatan dan tanggung jawab bersama. Inilah elemen penting yang harus diadopsi jika program seperti ini ingin diperluas.
Memanusiakan Disiplin: Bukan Takut, Tapi Terpikat
Satu hal menarik dari pernyataan Cantika: anaknya bukan trauma, tetapi malah rindu ke barak. Ini membantah anggapan bahwa kedisiplinan militer selalu identik dengan kekakuan dan hukuman. Justru, yang ditonjolkan dalam program ini adalah pembiasaan dan penghargaan terhadap keteraturan.
Pelatih yang ramah, suasana yang menyenangkan, dan rasa kebersamaan yang erat membuat pengalaman dua pekan itu membekas sebagai kenangan manis, bukan luka. Anak-anak ternyata bisa menyukai keteraturan jika diberikan dalam suasana yang hangat dan penuh tujuan.
Bukan Semua Harus ke Barak, Tapi Semua Butuh Karakter
Tidak semua siswa mungkin harus mengikuti pelatihan militer untuk berubah. Namun esensi dari program ini bisa kita bawa ke sekolah: keteraturan, pembiasaan, kedekatan emosional, dan evaluasi bersama. Sekolah bisa merancang jadwal yang terstruktur, aktivitas pagi yang bermakna, dan melibatkan orang tua serta komunitas dalam proses pendidikan karakter.
Kita juga belajar dari kisah ini bahwa anak-anak bukan tidak bisa berubah. Mereka hanya butuh momentum, sistem yang mendukung, dan lingkungan yang memberi teladan. Jika dua minggu bisa menanamkan perubahan positif, maka bayangkan jika sekolah bisa menjadi ruang karakter yang konsisten sepanjang tahun.
Kedisiplinan Bukan Ancaman, Tapi Harapan
Program dua pekan di barak militer bukanlah sulap. Tapi ia menjadi simbol bahwa disiplin bukan kata usang. Ia bukan milik militer semata, tapi kebutuhan mendesak bagi pendidikan masa kini. Di tengah kegaduhan digital, barak militer menawarkan ketenangan, arah, dan refleksi.
Kita berharap, kisah MA bukan berhenti sebagai viral semata. Tapi menjadi pengingat bahwa anak-anak kita punya potensi luar biasa — yang kadang hanya perlu dua minggu untuk dibangkitkan.
Asal-Usul Gagasan Pendidikan Karakter Gaya Militer bagi Siswa di Indonesia
Gagasan untuk melibatkan unsur militer dalam pendidikan karakter siswa sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Namun, penerapan secara lebih sistematis dan terstruktur mulai mendapat sorotan publik dalam beberapa tahun terakhir, khususnya sejak era pasca-pandemi, ketika banyak pihak merasa bahwa karakter, disiplin, dan moralitas siswa menurun drastis.
1. Latar Belakang Sosial dan Pendidikan
Masuknya teknologi digital, kemudahan akses internet, serta meningkatnya penggunaan gawai oleh anak-anak dan remaja membawa dampak positif sekaligus negatif. Banyak siswa menjadi kurang disiplin, kecanduan media sosial dan game, serta menunjukkan penurunan nilai moral dan tanggung jawab. Banyak kepala daerah dan pendidik merasa khawatir, sehingga muncullah ide untuk menerapkan pendidikan karakter yang lebih keras dan membentuk kedisiplinan sejak dini.
2. Awal Mula Implementasi: Program di Beberapa Daerah
Beberapa daerah sebenarnya sudah mencoba program serupa secara terbatas sejak tahun 2015–2019. Misalnya, Dinas Pendidikan di sejumlah kabupaten di Jawa Timur dan Sumatera Barat pernah bekerja sama dengan TNI untuk pelatihan baris-berbaris, outbond berjiwa militer, atau pendidikan bela negara.
Namun yang cukup masif dan menjadi tonggak perubahan besar adalah inisiatif Pemerintah Provinsi Jawa Barat, terutama di bawah kepemimpinan Dedi Mulyadi. Ia menginisiasi program pelatihan karakter untuk siswa SMP dan SMA yang dilaksanakan di lingkungan militer.
3. Program "Barak Militer" Resmi di Jawa Barat (2024–2025)
Mulai tahun 2024, Pemprov Jawa Barat bekerja sama dengan Kodam III/Siliwangi meluncurkan program resmi bernama Pendidikan Karakter Berbasis Kedisiplinan Militer untuk siswa SMP. Program ini merupakan bagian dari upaya untuk menekan angka pelanggaran disiplin siswa dan menumbuhkan karakter positif.
Pelatihan dilakukan di markas militer aktif seperti Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha di Purwakarta. Selama dua minggu, siswa menjalani kehidupan ala militer: bangun pukul 04.00, shalat berjamaah, apel pagi, pelatihan baris-berbaris, manajemen waktu, komunikasi, kerja tim, serta pembinaan akhlak dan tanggung jawab sosial.
4. Tujuan dan Harapan
Tujuan utama program ini bukanlah membentuk anak menjadi militer, melainkan mengadopsi nilai-nilai kedisiplinan dan kemandirian ala militer ke dalam kehidupan pelajar. Program ini juga bertujuan memulihkan kembali kepekaan sosial, tanggung jawab, serta etika generasi muda di tengah derasnya arus modernisasi.
Pemerintah daerah, sekolah, dan TNI terlibat secara langsung, dengan sistem evaluasi dan pemantauan pasca-kegiatan untuk memastikan bahwa perubahan karakter siswa bisa berlanjut setelah kembali ke lingkungan sekolah dan keluarga.
5. Tanggapan dan Dampak
Program ini mendapat beragam tanggapan. Banyak orang tua merasa puas dan takjub atas perubahan sikap anak-anak mereka. Namun ada juga yang mengkritik pendekatan militeristik karena dinilai terlalu keras jika tidak diimbangi dengan pendampingan psikologis dan pendekatan pedagogis yang lembut.
Meski begitu, kisah-kisah seperti perubahan drastis MA, siswa kelas 7 SMP di Purwakarta yang kini lebih disiplin dan mandiri, memperkuat legitimasi bahwa pendekatan ini bisa menjadi solusi bagi krisis karakter anak-anak masa kini — asal dilakukan dengan pengawasan dan pendampingan yang tepat.
Program pendidikan karakter berbasis barak militer di Jawa Barat, yang digagas oleh Gubernur Dedi Mulyadi, mulai diluncurkan pada 2 Mei 2025. Program ini bertujuan untuk membentuk kedisiplinan, kemandirian, dan tanggung jawab siswa, terutama mereka yang memiliki perilaku bermasalah seperti kecanduan gim, merokok, atau terlibat tawuran. binokular.net. Kompas Bandung.
Pelatihan berlangsung selama dua minggu di barak militer, seperti Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha di Purwakarta dan Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi di Lembang. Siswa menjalani rutinitas ketat ala militer, termasuk bangun pagi, shalat berjamaah, pelatihan fisik, dan kegiatan pembentukan karakter lainnya.
Program ini telah menghasilkan perubahan positif pada banyak peserta. Misalnya, seorang siswa bernama MA (14) dari Purwakarta menjadi lebih disiplin dan mandiri setelah mengikuti pelatihan. Ia bahkan mengungkapkan keinginannya untuk kembali ke barak militer karena merasa nyaman dengan suasana dan pelatih yang ramah.
Meskipun demikian, program ini juga menuai kritik dari beberapa pihak yang mempertanyakan pendekatan militeristik dalam pendidikan anak-anak. Namun, pemerintah daerah berencana melanjutkan program ini dengan gelombang kedua yang akan dimulai setelah ujian kelas 7 dan 8 SMP. (Kompas Bandung)
Secara keseluruhan, program pendidikan karakter berbasis barak militer di Jawa Barat merupakan upaya inovatif untuk membentuk generasi muda yang lebih disiplin dan bertanggung jawab. Keberhasilan program ini akan terus dievaluasi dan disesuaikan agar dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi para siswa. (*)
0 Komentar