MPR akan Usulkan Amendemen UUD 1945 untuk Tunda Pemilu

Najmuddin M. Rasul, Ph.D

PADANG, kiprahkita.com - Tak ada angin, tak ada badai, tiba-tiba bertiup usulan dari pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), untuk melakukan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.


"Mereka beralasan, konstitusi kita belum mengatur pelaksanaan Pemilu dalam keadaan pandemi dan kondisi darurat. Ini alasan yang manurut saya pola pikir kekanak-kanakan. Di samping itu, saya melihat, pengusulan amandemen UUD 1945 adalah bentuk kegalauan elit Senayan pada Pemilu 2024," ujar Dosen Komunikasi Politik Universitas Andalas (Unand) Padang Najmuddin M. Rasul, Ph.D, Kamis (10/8) sore, di Padang.


Mungkin, imbuhnya, mereka punya data konstituennya telah beralih ke partai lain. Kebijakan elit MPR itu, menurut Najmuddin, memancing persepsi negatif publik terhadap pimpinan MPR.


Menurutnya, selama ini publik kurang apresiet terhadap lembaga MPR, maka dengan usulan seperti ini, membuat publik semakin kurang percaya dengan pimpinan MPR. 


"Saya melihat, mengapa pimpinan MPR mengusulkan amandemen UUD 1945 di tahun politik ini. Paling tidak ada tiga faktor yang membaut ide amandemen dimunculkan. Pertama, pimpinan MPR ingin melakukan test case. Artinya, pimpinan MPR ingin melihat reaksi publik, apakah positif atau negatif kalau diadakan amandemen," katanya.

 

Kedua, sebut Najmuddin, ada kemungkinan elit parpol dan MPR dalam kegalauan. Mereka galau dan ketakutan, jika partai mereka kalah dalam Pemilu 2024. Ketakutan ini, tegasnya, bisa saja berkorelasi positif, dengan banyaknya proyek mercusuar yang diduga dibiayai utang relatif besar.


Lalu ketiga, elit MPR berusaha untuk mengalihkan isu-isu besar, baik isu yang melanda elit politik dan hukum, maupun sosial.


"Kebijakan elit MPR ini membuat publik semakin bertanya-tanya, mengapa dan untuk apa pimpinan MPR, tiba-tiba mengusulkan amandemen konstitusi lagi? Apakah negara dalam keadaan darurat, sehingga Pemilu harus ditunda?" sebutnya seraya mengajukan pertanyaan.

 

Kehendak politik pimpinan MPR untuk melakukan amandemen sekarang, bagi Najmuddin, adalah akibat dari check balances parlemen tidak berfungsi lagi. Ini, sebutnya, akibat parlemen dikuasai oleh partai pendukung pemerintah.


Ini artinya, apapun yang dikehendaki oleh pemerintah maupun parlemen, semua akan berjalan mulus. Ini berbahaya untuk kelanjutan demokrasi.


"Bagi saya, pola politik anggota perlemen ini dapat merusak budaya demokrasi, dan berdampak negatif pada penurunan angka partisipasi pemilih, terutama warga muda pada Pemilu 2024. Pemikiran pimpinan MPR ini, menurut saya, termasuk bagian dari pembusukan politik atau political decay," simpulnya.(mus).

Posting Komentar

0 Komentar