SEBELUMNYA Tambiluak dan Peristiwa Situjuah 15 Januari 1949
Oleh SAIFUL GUCI
History Enthusiast
Ketua LazisMu Kabupaten Limapuluh Kota
OPINI, kiprahkita.com - Situjuh Batua adalah suatu tempat dalam Kabupaten Limapuluh Kota, terletak di kaki Gunung Sago, dengan sebuah lurah sempit di tepi padang lengang.
Di dalamnya mempunyai sebuah kincia padi milik Makinuddin HS, letaknya ±12 km dari pos tentera Belanda dari Kota Payakumbuh.
Peristiwa duka tersebut berawal dari adanya pertemuan oleh pemerintahan Militer Sumatera Barat, yang akan direncanakan diadakan dimulai pada tanggal 13 Januari 1949 bertempat di Situjuah Batua, yaitu suatu rapat gabungan untuk menyusun pertahanan di Sumatera Barat secara menyeluruh.
Dalam pertemuan itu diharapkan hadir tokoh-tokoh Sumatera Barat mulai dari Gubernur Militer sampai ke camat-camat militer, dari Panglima Sub Territorium sampai kepada komandan-komandan front, beserta tokoh-tokoh lainnya yang di anggap penting.
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain adalah:
1. Koordinasi pemerintah dan kekuatan serta menentukan strategi dan siasat perjuangan selanjutnya untuk melawan Belanda.
2. Karena Kota Payakumbuh dan Bukittinggi telah diduduki Belanda sejak Agresi II Desember 1948 dan
3. Untuk membalas penyerangan Belanda pada pusat PDRI di Koto Tinggi pada tanggal 10 Januari 1949 yang telah mengorbankan 9 syuhada di Titian Dalam.
Sesuai dengan hasil keputusan rapat di Koto Kaciak telah menetapkan Nagari Situjuah Batur sebagai tempat rapat bagi para pemimpin PDRI.
Makinuddin HS setelah kembali dari Koto Kaciak, bersama dengan pimpinan lain berusaha mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan rapat pemimpin Sumetera Barat yang akan di laksanakan pada malam harinya. Persiapan dibantu oleh anaknya Khairuddin Makinuddin.
Pada malam tanggal 14 itu telah berkumpul disana para pemimpin pemerintahan, ketenteraan dan organisasi-organisasi. Perundingan belum dimulai pada malam itu, karena harus beristirahat karena lelah dari berjalan kaki puluhan km bahkan ada yang ratusan km.
Rapat yang dilaksanakan tersebut dihadiri oleh sekitar 50 orang, diantaranya Chatib Sulaeman, Arisun St. Alamsyah, Letkol Dahlan Ibrahim, Major A. Thalib, Letkol Munir Latif, Mayor Makinuddin, Mayor Mainuddin, Kapten Tantawi, Lettu Azinar.
Pada tanggal 14 Januari 1949, rapat dimulai tepat pukul 23.00 WIB, dipimpin oleh Chatib Sulaeman selaku ketua MPRD. Rapat berjalan dengan lancar sekitar tiga setengah jam, rapat tersebut telah dapat menghasilkan beberapa keputusan, antara lain:
Para pejuang harus menyerang kota Payakumbuh dari segala jurusan dan berusaha mendudukinya. Aktifitas itu meyakinkan dunia luar bahwa bangsa Indonesia tetap berjuang mengusir penjajah, karena pihak Belanda telah menyiarkan bahwa Indonesia telah diamankan.
Mengatur dan menyempurnakan persenjataan dan logistik di setiap komando pertempuran.
Mengorbankan semangat perang gerilya di dada masyarakat dan menanamkan rasa benci terhadap penjajah .
Setelah selesai rapat, sebagian ada yang meninggalkan tempat rapat dengan segera karena banyak tugas yang harus diselenggarakan sedangkan sebagian lainnya beristirahat sampai sembahyang subuh.
Kebanyakan pemimpin tertidur dengan nyenyaknya tanpa rasa khawatir, karena pasukan pengawal telah disiapkan sebelumnya.
Tanpa disadari oleh mereka, rupa-rupanya Belanda telah mengetahui adanya rapat tersebut. Dan hal itu merupakan kesempatan yang paling baik bagi Belanda untuk menangkap pemimpin-pemimpin Republik Indonesia.
Pasukan Belanda itu bergerak dari Payakumbuh mengepung Lembah Situjuah dari empat jurusan :
a. Melalui Limbukan – Situjuah Banda Dalam
b. Melalui Padang Jariang – Situjuah Gadang
c. Melalui Tangah Padang – Bumbung
d. Melalui Piladang – Tungka
Tentara kita yang ditugaskan untuk menjaga sekitar tempat itu tidak mengetahui kedatangan Belanda karena para pengawal telah tertipu oleh seorang kaki tangan musuh yang ada dalam tentara itu sendiri.
Akhirnya peristiwa tragis yang tidak bisa kita lupakan itu terjadilah. Diwaktu subuh serombongan peserta yang terdiri dari Abdullah, Syamsul Bahar, Arifin Alip, Dt. B. Gagok, Yahya Jalil, dan Sidi Bakaruddin, mendengar suara dari seorang penjaga yang mengatakan adanya Belanda.
Dengan cepat turunlah rombongan itu dari rumah berjalan beriringan ditepi sebuah tebat dan berjumpa dengan Mayor Makinuddin HS, yang sedang mengambil wuduk.
Sementara itu rombongan melihat dua orang berpakaian seragam tegak lurus seperti “patung“. Serta merta rombongan memberi kode, dan dijawab oleh kedua patung itu dengan gerakan yang berbeda. Melihat keadaan itu, rombongan itu lari, kedua patung itu mulai melepaskan tembakan dan terdengarlah letusan pertama di pagi subuh itu.
Pintu-pintu keluar dari lurah tempat pertemuan itu telah dijaga oleh pasukan Belanda. Walaupun demikian sebagian dari peserta dapat meloloskan diri dengan melompat tebing yang cukup tinggi. Diantaranya lolos adalah rombongan Abdullah, Makinuddin Hs. A. Thalib, Dahlan Ibrahim dan lain-lain.
Waktu A. Thalib melompat ia ditembak oleh Belanda sehingga kena kakinya dan tidak dapat lari lebih jauh. Untung ada semak-semak yang cukup rimbun, sehingga ia dapat bersembunyi dan berlindung dari peluru dan bayonet Belanda.
Syamsul Bahar yang tidak mungkin melompat lagi mencari perlindungan dibandar kincir yang tidak berair dengan menutupi tubuhnya dengan tangkai-tangkai padi yang kebetulan teronggok di sana.
Sebagian besar dari peserta tidak dapat menyelamatkan diri. Karena tidak mungkin lari atau bersembunyi lagi diputuskan untuk berjibaku dengan menggunakan apa yang ada. Yang mempunyai pistol akan mempergunakan pistolnya, dan yang tidak bersenjata akan berkelahi sampai titik darah yang penghabisan.
Peristiwa Situjuah, 15 Januari 1949 menelan korban 69 orang, termasuk sejumlah pemimpin, pejabat sipil dan perwira, terjadi akibat penghianatan Tambiluak.
Pada 23 Januari 1949, ketika terjadi pertemuan di daerah bernama Aia Randah, antara Let Kol. Dahlah Ibrahim, Komandan Sub Teritorial Sumatera Barat dengan Syofyan Ibrahim, dan sejumlah para pejuang bangsa.
Dalam pertemuan, Dahlan Ibrahim mendengarkan laporan tentang peristiwa Situjuah. Dari semua laporan, diperoleh benang merah, bahwa Letnan Satu Kamaluddin Tambiluak memang telah menjadi pengkhianat. Karenanya, dia harus diadili.(bersambung)
0 Komentar