Tambiluak dan Peristiwa Situjuah 15 Januari 1949 (III)

 


Oleh SAIFUL GUCI

History Enthusiast

Ketua LazisMu Kabupaten Limapuluh Kota


OPINI, kiprahkita.com - Let Kol. Dahlah Ibrahim mengeluarkan perintah untuk menangkap Tambiluak hidup atau mati. Ketika pertemuan sedang dilangsungkan, Kamaluddin Tambiluak berada di Gaduik. 


Untuk mengorek keterangan Tambiluak, peserta rapat sepakat, kalau dia harus dijeput. Sebagai dalih, dikatakan bahwa rapat akan dilanjutkan ke daerah Padang Mangateh, dan Tambiluak diminta kehadirannya. 


Rupanya, ide peserta rapat ini termakan pula oleh Tambiluak. Namun, Tambiluak dapat lolos dari usaha pembunuhan dari terhadap dirinya, di suatu tempat di sebuah rumah tempat tinggal seorang dokter hewan di Padang Mengatas. Dari dalam rumah, Tambiluak akhirnya mulai diinterogasi. 


Ditanya ini dan itu. Namun dia justru ”dianggap” menjawab dengan bertele-tele. Tak lama kemudian, Tambiluak dipanggil ke luar rumah oleh seseorang. 


Belum sampai di luar rumah atau baru tiba di pintu. Seorang bernama Tobing, tiba-tiba tak bisa menaha emosi. Diserangnya Tambiluak dengan golok. Ditebasnya bagian kepala itu hingga tinggal rambut digolok. 


Serangan untuk Tambiluak ternyata tidak tepat sasaran ia melawan dan berhasil melarikan diri pada subuh 24  Januari tersebut ke arah Koto Nan Ampek Kota Payakumbuh.


Dalam catatan C. Israr, sore harinya 24 Januari Kamaluddin Tambiluak bertemu dengan Letnan I Nurmatias dan pembantu Letnan Syamsir Rauf serta Amiruddin Hamidy dibawah pohon beringin dekat balai adat Balai Nan Duo.Melihat luka di pundaknya yang cukup parah dan darah sudah membeku. 


Nurmatias menyarankan kepada Tambiluak supaya berobat ke dalam Kota Payakumbuh. Tetapi Tambiluak menolak dan mengatakan akan pergi ke kampungnya. Kemudian Nurmatias menasehatkan supaya tambiluak pergi ke Kamang menemui Letkol Dahlan Djambek untuk melaporkan peristiwanya.

 

Nasehat itu diterimanya. Pada malamnya Tambiluak, Nurmatias, Syamsir Rauf dan Amiruddin Hamidy tidur di sebuah rumah kecil di tepi jalan besar di dekat Mesjid Ihsan. Besok paginya mereka berpisah dan tambiluak melanjutkan perjalanannya menuju Kamang. 


Tidak beberapa hari kemudian terdengar berita, bahwa dalam perjalannya pelariannya, Tambiluak disergap dan dibunuh oleh pasukan Panah Beracun yang merupakan bekas anak buahnya sendiri, di kawasan Padang Tarok.


***

  

Kini, Kamaluddin Tambiluak memang telah tiada. Stigma pengkhianat, melekat pada tubuhnya. Tapi, di balik kematian Tambiluak, sekarang justru muncul berbagai kontraversi. Bahkan, ada yang berani menyebut, Tambiluak juga pahlawan. 


Adalah Haji Khairuddin Makinuddin, putra mantan Wedana Militer Payakumbuh Selatan, yang menilai Tambiluak tidak bisa disebut sebagai pengkhianat di balik peristiwa Situjuah.


Sebab menurut Haji Khairuddin Makinuddin, beberapa hari menjelang tanggal 15 Januari 1949, pesawat capung alias helikopter milik Belanda, telah berputar-putar di sekitar Lurah Kincia. Kemungkinan besar, awak pesawat tersebut sedang mengawasi kegiatan yang dilakukan warga dan pejuang. 


Selain alasan tersebut, Haji Khairuddin Makinuddin menganalisa, bisa jadi Tambiluak dicap sebagai pengkhianat, karena faktor kecumburuan sosial. 


Alasannya, secara ekonomi Tambiluak memang lebih mapan dari beberapa pejuang. Sebab sebelum Agresi Belanda Kedua, sosok yang pernah menjadi Wakil Kepala Intelijen Sumatera Tengah ini, pernah dipercaya untuk menukar getah dan candu dengan senjata ke Singapura.


Kamaluddin Tambiluak berangkat menaiki kapal lewat ke Sungai Siak. Namun kemudian, getah dan candu yang dibawah Tambiluak tidak jadi bertukar dengan senjata. Karena dia dicegat oleh kapal patroli Belanda yang ada di Sungai Siak. 


Bisa jadi candu dan getah yang dibawa Tambiluak, tidak dia setorkan seluruhnya atau dijual. Sehingga dia memiliki sisa barang berharga itu sebagai tambahan hidup. Karenanya, tentu saja akan ada pejuang yang mengalami kecemburuan sosial.


Sejarahwan UNP Dr. Mestika Zed dalam Harian Singgalang, 15 Januari 1996  menyatakan, ”Tambiluak bukanlah pengkhianat”. 


Ditegaskan Mestika Zed, tidak ada data kuat yang menunjukkan, bahwa Tambiluak adalah seorang pengkhianat dalam Peristiwa Situjuh Batua 15 Januari 1949. Karena itu hanya sebatas isu yang kemudian sengaja dibesar-besarkan. 


Untuk mendukung pendapatnya, Mestika dalam tulisan itu memunculkan argumen dengan teori dan logika. Dia menjelaskan, bahwa ketika pagi-pagi Peristiwa Situjuah terjadi, Tambiluak lari mencari Dahlan Jambek di Kamang (Pimpinan Militer Sumbar paling disegani saat itu). 


Dan karena isteri dan anaknya sudah dihabisi oleh tentra (TNI). Ia lari untuk menyelamatkan diri. Logikanya, setelah istri dan anaknya dihabisi, pasti giliran dia berikutnya. Begitu sampai di Baso sebuah tembakan merengut nyawanya.


Sekarang sejarah tak akan berulang, tinggal lagi kita mengambil ibrah atas peristiwa sejarah itu.(Tamat)

ARTIKEL SEBELUMNYA Tambiluak dan Peristiwa Situjuah 15 Januari 1949 (II)

Posting Komentar

0 Komentar